Drama
Singgah di sebuah warung terpencil di kampung yang bahkan aku baru tahu ada kampung yang sekampung – kampung di daerah pinggiran kota. Dengan menikmati kopi hangat pesanan tadi, aku kembali berpikir… bagaimana caranya aku bisa bertahan di tempat seperti ini?? Sedangkan uangku pas-pasan seperti ini. Nampaknya hanya akan cukup buat sehari ini saja.. dan jika beruntung mungkin hanya cukup untuk esok pagi. Sambil kuputar putar cangkirnya, aku terus berusaha keras tuk berpikir. Aah… tak ada jalan keluarnya.
“neng, kenapa melamun aja? Diminum atuh kopinya…” tiba-tiba si ibu pemilik warung bertanya padaku, yang secara tidak langsung ia telah mengagetkanku dengan suaranya yang lantang.
“ekh, iya nih bu… jadi malu” jawabku tersenyum merunduk karena memang benar2 malu aku dibuatnya, nampaknya si ibu memperhatikan sikapku yang tak bertujuan ini dari tadi di warungnya ( mungkin )
“neng teh jiga nu gaduh masalah, ekh punteun seuer tataros pisan nyak neng?”ia bertanya sekali lagi padaku dengan memakai bahasa sunda lembut.
“ehehe… gak apa-apa bu, saya Cuma lagi bingung nyari kerjaan deket-deket sini, ada gak ya bu?” jawabku ngasal ,
“oh,, nyari kerja? Kenapa dikampung atuh neng.. khan dikota mah banyak kerjaan?” Tanya si ibu keheranan dengan tujuanku.
Akhirnya percakapan kami semakin panjang dan meluas, Q perkenalkan namaku Rini Sari yang telah berumur 23 tahun, sedangkan si ibu pemilik warung itu rupanya bernama bu minah, yang mempunyai anak 1 perempuan, anaknya termasuk kembang desa disekitar daerahnya, maka dari itu bu minah takut terjadi hal-hal yang ga diinginkan ia langsung menikahkan anak gadis satu satunya, dan kini ia telah mempunyai cucu 2, namun sayangnya kebahagiaan itu tak berlangsung lama karena ketika anaknya mengandung anak ke tiga mengalami pendarahan hebat, ia meninggal pada umur 23 tahun.
“ yaa.. neng, klu anak ibu belum meninggal mungkin sekarang seperti neng, disini nemenin ibu..” tampaknya akhir dari percakapannya terlihat raut penyesalan yang mendalam tentang keputusannya menikahkan anaknya yang waktu itu masih belia.
“yang sabar ya bu.. mungkin Allah punya rencana lain yang akan dihadiahkan sama ibu” hiburku, responnya hanya tersenyum, kutahu itu senyuman tulus yang ia berikan atas ucapanku sebagai tanda menghargai kata-kataku.
Selang beberapa lama kemudian akhirnya kami tersadar bahwa hari semakin sore, dan sebentar lagi malam yang gelap akan datang. kulihat ibu minah bergegas ke warungnya untuk membereskan barang-barangnya dan akhirnya warung nya pun tutup. Bodoh sekali aku ini malah diam dan hanya menontonnya bekerja kesana-kesini untuk segera pulang dan aku tak segera membantunya…
Tapi setelah ia selesai dengan semuanya, Ia menoleh padaku dengan ramah.
“neng, ikut aja sama ibu pulang ke rumah. Disana hanya ada dua cucu ibu. Tak ada siapa-siapa”
Ku cermati kata-katanya semi permintaan memohon agar aku ikut dengannya.
“hmm.. kalo begitu bolehkah saya menginap beberapa hari bu? “
“iya… ibu jadi ada temen dirumah” senyumnya tulus dengan tatapan ramahnya padaku.
Dengan menutupi rasa Maluku yang hanya berpangku tangan tadi, aku langsung merebut perabotan2 berat yang ia gendong, dan langsung kubawa. Bu minah hanya tersenyum melihat tindakan yang mungkin diluar dugaannya.
Akhirnya aku sedikitnya tahu bahwa ini salah satu daerah pinggiran ciwidey, hmm… lingkungannya masih sangat terawatt, sungainya masih bening mengalir,sesekali terdengar gemericik air sungai mengalir ketika kami berjalan menyusuri nya, dengan hamparan sawah – sawah yang semakin menguning yang siap untuk dipanen. Dan banyak sekali gunung disana – sini,, rasanya aku berada di hutan yang tak berpenghuni.
Setelah melewati perjalanan yang tak sebentar akhirnya kami sampai, ya… sampai dirumah bu minah. Rumahnya sederhana, berbentuk panggung dari kayu.. yang sepertinya dibawah lantainya dimanfaatkan untuk beternak ayam dan itik.
“assalamualaikum…” salam bu minah dengan mengetuk pintu
“waalaikumsalam…” sahut mereka dari dalam, tidak berselang beberapa lama akhirnya cucunya membukakan pintu. Dengan cium tangan yang ramah. Tapi ia menatapku bertanya-tanya mungkin siapakah aku ini yang tak dikenal sama sekali oleh mereka sebelumnya.
“neng, kenalin ini cucu ibu yang pertama namanya esih, cucu ibu yang kedua lagi sakit namanya acep” kata bu minah padaku sambil menuntun cucunya cium tangan padaku, begitu ramah sekali.
“hallo esih” sapaku dengan sedikit ragu aku mengulurkan tanganku, alhamdulilah ia menyambut uluran tanganku. Dan tanpa basa-basi bu minah menunjuk kamar depannya sebagai kamar untuk tempat aku menginap sementara waktu. Dirumah ini hanya ada kamar dua yang kira2 berukuran 2x3, dan satu dapur dengan kamar mandinya yang bentuknya hanya seperti kotakan tempah sampah dijakarta. Ternyata aku sekamar dengan esih, sedangkan accep bersama bu minah dikamarnya. Hmm…
“teh, dupi timana asalna?” Tanya esih padaku yang saat itu sedang membereskan barang2 ku di meja kamar.
“ teteh dari Jakarta, mau nyari kerja disini” jawabku sekenanya,
Aku pikir ia tak akan banyak bertanya banyak tentang asal-usulku, ternyata sifatnya yang ingin meneliti sangat kuat. Bahkan bu minah belum asal dan tempatku dimana. Anak ini pintar sekali bicara. Walaupun begitu ia anak baik dan tidak menyebalkan seperti anak-anak lainnya.. ia banyak bercerita juga tentang hidupnya bersama adik dan neneknya yang baik hati itu. Sampai-sampai tidak terasa kami mengobrol sambil tiduran dan akhirnya benar-benar terlelap entah siapa yang duluan menutup mata.
Keesokan paginya, aku terbangun oleh suara ayam yang berkokok bersahutan. Dengan susah payah aku bangun dari tempat tidur dan berjalan menuju toilet walaupun agak sedikit tertatih-tatih, kulihat esih telah bangun dan membantu neneknya menyiapkan barang dagangan buat nanti, oh… spontan aku jadi malu olehnya, karena aku telat bangun dan malah malas-malasan seperti ini..
“ekh teteh baru bangun ya? Cepat ambil wudhu,waktu shubuh udah mau abis” jawab esih polos.
“ekh iya, ini juga mau ke toilet qo… “ cepat-cepat aku langsung wudhu dan bergegas kembali ke kamar untuk sholat. Aah… biasanya setelah sholat aku langsung tiduran dikamar,, tak peduli apa yang akan terjadi, yang penting kunikmati rasa kantukku ini dengan tidur yang pulas. Namun kali ini berbeda rasanya aku malu sekali oleh esih, terpaksa aku harus berjuang sekuat tenaga untuk tidak tidur lagi. Akhirnya tanpa pikir panjang aku langsung bawa sapu buat bersihin lantai rumah, tapi…
“teteh lagi ngapain? Tteh istirahat aja, tadi shubuh esih udah sapu qo,, udah dipel malah..” lagi-lagi ia menjawab polos menatapku
“oh,, ya udah, teteh mau keluar sebentar ya. Sekalian nyari kerjaan..” dengan pelan-pelan ku jawab.
Dan akhirnya tanpa ba-bi-bu aku langsung bergegas keluar. Mengambil jalan terus lurus tanpa mau mengambil resiko aku langsung melihat-lihat sekitar. Aah… bagaimana aku bisa mencari pekerjaan disini? Semuanya entah pergi kemana, rasanya kampung ini sepi. Yang ada hanya gedung sekolah dan warung-warung kecil dipinggirnya. Dengan putus asa aku kembali ke rumah.. dan langsung duduk di teras.
semenjak perusahaan ayah tiriku collapse semuanya hancur tak bersisa, mungkin saking depresinya ayah tiriku jadi temperament, ibuku yang selalu jadi sasaran kemarahannya. Beberapa kali ia mencemooh keadaan ibu dan aku, sebelum menjadi bagian keluarganya yang tak punya apa-apa setelah ditinggalkan oleh papah sewaktu beliau masih hidup. Padahal sebelumnya ia ramah sekali pada semua orang, santun dan selalu menolong orang yang kesulitan. Mungkin karena terlalu kasihan dan baik pada orang lain, ia malah dikhianati oleh rekan bisnisnya dan akhirnya tertipu milyaran rupiah, rumah kami yang megah itu disegel dan semua fasilitas kami yang lainnya pun ikut tersegel. Hingga hancur semuanya tak bersisa. Ibuku setiap malam menangis dan ayah tiriku semakin terganggu jiwanya hingga dengan terpaksa harus dikirim ke rumah sakit jiwa. Kini ibu berada dirumah saudaranya didaerah sukabumi.
Waktu itu andai saja aku tak percaya begitu saja kabar tentang ayah yang kabur dari rumah sakit jiwa dari rekan kerjanya, mungkin tidak mungkin terdampar di desa yang sebegini terpencilnya. Aku langsung tidak sadarkan diri Sesaat setelah masuk mobil mereka yang menjanjikan untuk mengantarkanku kerumah sakit. Dan setelah sadar, hanya kebingungan dengan keadaan pakaianku yang acak-acakan dan akhirnya saya sampai diwarungnya bu minah.
“ neng rini, masih nyari kerjaan?” Tanya bu minah tiba-tiba
“iya bu, saya masih mencari pekerjaan”jawabku
“tadi ketemu temen ibu pemetik kebun teh disana, barangkali neng rini berminat?” akhirnya bu minah menawarkan pekerjaan padaku.
Setelah beberapa jam kemudian saya akhirnya diajak kerja oleh temannya bu minah, disana saya mati-matian belajar bagaimana memetik daun teh yang baik, memilih daun – daun teh yang seharusnya dipetik. Dan tentunya harus bisa membedakan daun-daun yang sudah tua dan tidak layak untuk diracik kembali. Sampai ke tahap pengolahan di pabrik pun saya menyanggupi, hanya untuk mengejar nilai nominal uang agar pas untuk jadi ongkos pulang ke sukabumi. Disana saya hanya berbicara seperlunya, selain tak pandai memulai pembicaraan, juga memang merasa tak ada hal yang penting untuk dibicarakan bersama.
Alhamdulilah, tidak terasa saya telah bekerja di kebun selama hamper sepuluh bulan, dengan membantu bu minah berdagang dulu sebelum berangkat. Dan esih tentunya saya selalu membantunya mengerjakan tugas-tugas dari sekolahnya, sedangkan sang adik kecil, acep masih tetap sakit. Saya hanya bisa memberikannya obat-obatan alami buatan neneknya.
Pada bulan November 2009 malam hari, saya dan esih di ruang depan dengan ditemani lampu petromak, ia sedang asyik mengerjakan tugas sekolahnya. Sedangkan aku sedang menghitung-hitung uang yang telah terkumpul selama ini, alhamdulilah hasilnya lumayan banyak dengan kerja keras dan hemat habis-habisan. Uang untuk pulang ke sukabumi telah terkumpul, selain itu ternyata diluar dugaan, uang yang terkumpul jauh dari perkiraan. Ini lebih dari sekedar untuk ongkos. Akhirnya tanpa berpikir panjang aku langsung mengajak esih hari minggu nanti untuk mengajaknya jalan2 ke daerah bandung kota sana.
“esih, minggu ini kita jalan-jalan ke bandung ya!” seru ku,
Mungkin suaraku agak keras sehingga esih sempat terkaget dan bu minah sampai-sampai keluar dari kamar tidurnya, dan bertanya padaku “ ada apa neng berisik2 ?” tanyanya cemas
“ bu, nanti minggu kita jalan2 ke bandung kota, ibu belum pernah kesana khan? Sekalian bawa acep kita periksa dia ke dokter” tak kuasa ku katakana itu dengan senyuman lebar. Kulihat respons esih senyum sumringah dan bu minah matanya terlihat berkaca-kaca dan tersenyum, sedangkan saya tak tahu respons acep seperti apa, karena ia terbaring dikamar. Ku harap ia pun ikut bahagia mendengar rencana ini.
Setelah hari minggu tiba, saya sengaja izin kerja sehari aja. Dan langsung membawa mereka ke bandung. Dengan riangnya esih memakai baju terbaiknya walaupun tak sama dengan pakaian – pakaian para borjuis yang istimewa. Kami bergegas segera mencari angkot dan setiap jalanan kami nikmati baik itu pemandangan sepanjang jalan ataupun kendaraan-kendaraan yang hilir mudik diantara angkot yang kami tumpangi. Bu minah tampak bahagia sekali apalagi acep dan esih nampaknya mereka sangat menikmati hari itu. Sesampainya di bandung ku putuskan terlebih dahulu membawa acep ke dokter, setelah itu saya berbelanja keperluan bu minah , acep, dan tentunya esih. Dari mulai pakaian, sandal, sepatu, dll. Sengaja kubawa mereka hanya ke pasar saja, karena uangku hanya cukup untuk berbelanja disana, tak apalah lain waktu jika aku dapat rezeki lebih akan ku bawa mereka ke tempat2 borjuis itu. Dengan keliling kota pun mereka kelihatan sangat puas sekali, apalagi saat kubawa mereka ke masjib agung bandung yang di depannya terdapat taman yang indah serta air mancurnya, mereka disana tertawa riang.
Namun setelah hampir sore kami harus segera pulang, dalam perjalanan acep tertidur pulas dalam pangkuan neneknya, sedangkan esih tertidur juga yang bersandar ka bahuku dengan lelapnya. Saat itu lah bu minah berkata “ nenk rini, terima kasih buat hari ini. Telah mengajak saya dan cucu2 saya jalan-jalan. Semoga kelak nenk bahagia”
“amin bu.. tapi ada yang belum saya sampaikan sama ibu, saya mau pulang ke sukabumi lusa bu” jawabku sambil tersenyum, walaupun rasanya tak tega meninggalkan mereka.
“hmm.. bagaimana atuh nenk kerjaanya disini?”tanyanya
“besok saya mau mengundurkan diri bu”jawabku
Dan setelah itu bu minah selalu mendoakanku, agar kelak bahagia. Sesampainya dirumah kami langsung pergi ke kamar dan beristirahat.
Keesokan paginya,
Seperti biasanya, Aku bangun lebih pagi dan segera membereskan segala perabotan bu minah untuk berdagang, dan segera mengantarkannya ke warung,sedangkan esih telah kubekali uang untuk pergi sekolah. Setelah itu langsung bergegas ke tempat kerjaku untuk mengajukan surat pengunduran diri, ternyata banyak orang yang merasa berat melepas kepergianku pulang ke sukabumi, mereka menahanku disana untuk makan siang bersama untuk terakhir kalinya. Hmm.. rasanya baru kemarin saya melamar pekerjaan disini, dan sekarang saya harus pergi.
Esih telah kuberitahu tadi shubuh, walaupun tampaknya ia sangat keberatan tapi tetap diam dan tak mau bicara padaku, mungkin juga sedih atau apalah namanya,,,tapi tak berapa lama kemudian alhamdulilah sesampainya kembali ke rumah esih telah tampak ceria kembali walaupun aku tak tahu bagaimana perasaan ia sebenarnya.